Mulfarinon,S.Pd.I

Mengajar Di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Kota Payakumbuh sejak Tahun 2010, Bidang Studi yang diajarkan adalah Mata Pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam dan Fi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Babu lu (Cerpen)

Babu lu (Cerpen)

Ada-ada saja tingkah pola orang dalam hidup bermasyarakat, ada yang sukanya serius, ada yang sedang-sedang saja, ada yang suka humor, ada yang bawaan nya sedih melulu dan ada yang suka marah dan pantang tersinggung.

Dalam kehidupan bertetangga misalnya, setiap warga haruslah saling berangkulan dalam artian positif, senasib sepenanggungan karena orang yang paling dekat dengan rumah kita adalah tetangga, bukan saudara kandung apalagi saudara yang tinggal di kampung. Contohnya saja ketika kita, istri kita atau anak-anak kita sakit keras ditengah malam buta, maka tempat beriya sekata adalah tetangga sebelah, apalagi kita tidak punya kendaraan yang dapat digunakan untuk melarikan si sakit ke rumah sakit, memangnya sanggup mendorong pake gerobak ke rumah sakit? atau menunggu sanak saudara kita dari kampung buat nganterin? Bisa-bisa yang sakit ko'id duluan, haha..

Jangan seperti Pak Rudi dan Pak Wawan yang hidup berdampingan yang saban hari tak pernah ada kedamaian, walaupun itu hanya celoteh mengguru antara mereka.

Suatu sore, Bu Surti, Pembantu Pak Wawan sedang membersihkan pekarangan rumah majikan nya karena memang Bu Surti adalah tipe pembantu yang sangat rajin dalam mengurusi urusan kebersihan rumah, bahkan halaman Pak Wawan nyaris bersih tak bersampah sedikit pun, pokok nya tiap hari cling itu halaman.

Rumah tetangga sebelah, Rumah nya Pak Rudi juga memiliki seorang pembantu yang tak kalah gesitnya dari Bu Surti, Bu Inem namanya. Wanita yang berperawakan tinggi itu, boleh dikatakan lebih cantik dari Bu Surti karena setiap hari beliau selalu tampil dengan make up yang agak berlebihan sehingga setiap kali Bu Surti melihat Bu Inem, dia selalu berciloteh seolah-olah menyindir penampilan Bu Inem yang hanya sebagai seorang pembantu yang tidak tau diri.

Sore esoknya, giliran Bu Inem yang menyapu halaman, sebab mereka tak mau sama-sama bekerja di waktu yang bersamaan, karena masing-masing mereka akan bersitegang lagi hanya permasalahan sepele seperti beberapa hari yang lalu, sampai-sampai harus diselesaikan di kantor RW.

Bu Surti yang sedang duduk-duduk di beranda rumah majikannya sebentar-sebentar menoleh ke arah Bu Inem yang sedang menyapu halaman rumah majikannya, dan sesudah itu dia membuang muka tatkala Bu Inem gantian melihat ke arah nya, karena begitulah pola tingkah mereka setiap hari, tak nyaman tanpa ada gesekan.

Melihat Bu Inem yang menyapukan sampah dedaunan ke arah pagar rumah nya Pak Wawan, spontan saja Bu Surti berteriak menegur Bu Inem

"Woi, ibu yang cantik, kalau nyapu itu yang bener ya", bilang Bu Surti sambil melotot seolah-olah kedua biji matanya yang besar itu mau meloncat keluar.

Mendengar teguran dari Bu Surti itu, Bu Inem tak tinggal diam, dia langsung menyingsingkan lengan baju nya dan langsung berkacak pinggang, mata nya pun melotot tak kalah besar dari plototan Bu Surti.

Pertengakaran mulut pun tak dapat dihindari, sehingga kehebohan itu membuat Pak Wawan yang sedang tidur-tiduran di dalam rumah nya langsung meloncat keluar rumah nya dan tanpa bertanya-tanya dia memarahi Bu Inem yang sedang berkacak pinggang.

Pak Rudi yang sedang membetulkan atap rumahnya di bagian belakang mendengar suara ribut-ribut tak ketinggalan berlari ke depan rumah nya dan sama dengan Pak Wawan beliau pun menyerang Pak Wawan dengan melontarkan kata-kata yang pedas, pertengkaran mulut pun terjadi sehingga bertambah rame, tetangga lain pun hanya memandang karena itu adalah makanan telinga mereka sehari-hari, karena mereka sama-sama tak mau dikasih nasehat untuk berdamai hidup bertetangga, sampai akhirnya Pak Idris yang menjabat sebagai ketua RW ikut melerai mereka sebab kebetulan Pak Idris lewat jalan itu yang ingin hendak pergi ke pasar bersama istri dan dua orang anak nya.

Setelah Pak Idris mencoba untuk melerai pertengkaran warga nya yang bertangga itu dan kebetulan entah dari mana diperoleh Pak Wawan dan Pak Rudi, ternyata mereka telah memegang senjata berupa parang panjang yang biasa digunakan Pak Wawan untuk membersihkan kebun di belakang rumah nya, dan Pak Rudi tak kalah pula telah memegang kapak panjang yang selalu digunakan nya untuk memotong-motong kayu disamping rumahnya, karena dia juga berprofesi sebagai pedagang kayu api yang sukses, berbeda dengan Pak Wawan yang berprofesi sebagai pedagang beras yang tak kalah sukses nya di banding Pak Rudi.

Di tengah pertengkaran semakin menegangkan itu dan masih-masing bertahan dengan ego nya masing-masing, maka Pak Idris selaku Ketua RW mengambil langkah tegas untuk menelpon pihak kepolisian agar mereka segera di damaikan dengan cara yang baik, sebab jika dibiarkan berlarut-larut, Pak Idris khawatir terjadi apa-apa, sebab nanti nya dia juga pasti akan ikut disalahkan karena tidak menghubungi pihak kepolisian jika terjadi hal-hal yang berbahaya bahkan jatuh korban karena Pak Wawan dan Pak Rudi saling memegang senjata tajam.

Selang beberapa menit, pihak kepolisian terdekat yang berjarak sekitar 1 kilometer dari kejadian tiba di lokasi dan langsung mengamankan Pak Rudi dan Pak Wawan dan berhasil mengambil senjata mereka karena memang tidak terjadi perlawanan dari mereka.

Pak Umar yang merupakan pimpinan dari polisi yang datang tersebut mengajukan pertanyaan kepada Pak Wawan yang mendapat giliran pertanyaan pertama , belum lagi selesai Pak Wawan menjelaskan kronologi sebab pertengkaran itu, Pak Idris yang masih dibakar amarah langsung menimpali jawaban pak Wawan

"Babu lu yang salah" kata Pak Idris

"Babu lu yang salah" salah pak Wawan

"Babu lu",

"Babu lu" . Mereka saling berbalasan kata "Babulu" saling bergantian.

Akhirnya Pak Umar yang merupakan polisi dari daerah Minang, yang kebetulan mempunyai masalah pendengaran karena ketika terjadi kecelakaan beberapa bulan yang lalu, mengalami masalah serius sehingga suara lawan bicara nya tidak terlalu jelas beliau dengar, sehingga beliau berpendapat bahwa sebab pertengkaran itu adalah masalah "bulu", entah bulu apa beliau pun ndak tau, pokok nya karena bulu itulah sampai terjadi begini. Padahal sebenarnya Babu itu kalau dalam bahasa Jawa artinya adalah "Pembantu".

Sekarang begini saja " Baiak Babulu atau pun ndak Babulu Naiak ka ateh oto patroli, beko kito salasaian dan bicaroan di kantue" (Babu lu ataupun tidak babu lu, naik ke atas mobil patroli, nanti kita bicarakan dan selesaikan di kantor) kata Pak Amir dengan tegas seolah-olah mengerti dengan duduk persoalan nya.

Sekian..

Payakumbuh, Minggu 16 Pebruari 2020. 15.45 Wib

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

ha.ha..kayaknya ini terjadi di kehidupan kita dlm bertetangga..ada aja..resek juga..seruu..deh..salam balik..

16 Feb
Balas

Hahaha, memang iya pak, makasih Pak..

17 Feb
Balas



search

New Post